A.
MEMBACA GARIS KONTUR
1. Punggungan Gunung
Punggungan gunung merupakan rangkaian garis kontur
berbentuk huruf U, dimana Ujung dari huruf U menunjukkan ternpat atau
daerah yang lebih pendek dari kontur di atasnya.
2. Lembah atau Sungai
Lembah atau sungai merupakan rangkaian garis
kontur yang berbentuk n (huruf V terbalik) dengan Ujung yang tajam.
3. Daerah landai datar dan
terjal curam
Daerah datar/landai garis kontumya jarang jarang,
sedangkan daerah terjal/curam garis konturnya rapat.
B.
MENGHITUNG HARGA INTERVAL KONTUR
Pada peta skala 1 : 50.000
dicantumkan interval konturnya 25 meter. Untuk mencari interval kontur berlaku rumus
1/2000 x skala peta. Tapi rumus ini tidak berlaku untuk semua peta, pada peta
GUNUNG MERAPI/1408‑244/JICA TOKYO‑1977/1:25.000, tertera dalam legenda peta
interval konturnya 10 meter sehingga berlaku rumus 1/2500 x skala peta. Jadi
untuk penentuan interval kontur belum ada rumus yang baku , namun dapat dicari dengan:
1. Carl dua titik ketinggian yang berbeda atau
berdekatan. Misal titik A dan B.
2. Hitung selisih ketinggiannya (antara A dan B).
3. Hitung jumlah kontur antara A dan B.
4. Bagilah selisih
ketinggian antara A ‑ B dengan jumlah kontur antara A ‑ B, hasilnya adalah
Interval Kontur.
C.
UTARA PETA
Setiap kali menghadapi peta
topografi, pertama‑tama carilah arah utara peta tersebut. Selanjutnya lihat
Judul Peta (judul peta selalu berada pada bagian utara, bagian atas dari peta).
Atau lihat tulisan nama gunung atau desa di kolom peta, utara peta adalah
bagian atas dari tulisan tersebut.
D.
MENGENAL TANDA MEDAN
Selain tanda pengenal yang
terdapat pada legenda peta, untuk keperluan
orientasi harus juga digunakan
bentuk‑bentuk bentang alam yang mencolok di lapangan dan mudah dikenal di peta,
disebut Tanda Medan. Beberapa tanda medan
yang dapat dibaca pada peta sebelum berangkat ke lapangan, yaitu:
1. Lembah antara dua puncak
2. Lembah yang curam
3. Persimpangan jalan atau
Ujung desa
4. Perpotongan sungai dengan
jalan setapak
5. Percabangan dan kelokan
sungai, air terjun, dan lain‑lain.
Untuk daerah yang datar dapat
digunakan‑.
1. Persimpangan
jalan
2. Percabangan
sungai, jembatan, dan lain‑lain.
E.
MENGGUNAKAN PETA
Pada perencanaan perjalanan
dengan menggunakan peta topografi, sudah
tentu titik awal dan titik
akhir akan diplot di peta. Sebelurn berjalan catatlah:
1. Koordinat titik
awal (A)
2. Koordinat titik
tujuan (B)
3. Sudut peta antara
A ‑ B
4. Tanda medan apa saja yang akan
dijumpai sepanjang lintasan A ‑ B
5. Berapa panjang
lintasan antara A ‑ B dan berapa kira‑kira waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan lintasan A ‑B.
Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan suatu operasi adalah
+ Kita harus tahu
titik awal keberangkatan kita, balk di medan
maupun di peta.
+ Gunakan tanda medan yang jelas balk di medan dan di peta.
+ Gunakan kompas
untuk melihat arah perjalanan kita, apakah sudah sesuai dengan tanda medan yang kita gunakan
sebagai patokan, atau belum.
+ Perkirakan berapa
jarak lintasan. Misal medan datar 5 krn ditempuh
selama 60 menit dan medan
mendaki ditempuh selama 10 menit.
+ Lakukan orientasi
dan resection, bila keadaannya memungkinkan.
+ Perhatikan dan
selalu waspada terhadap adanya perubahan kondisi medan dan perubahan arah perjalanan. Misalnya
dari pnggungan curam menjadi punggungan landai, berpindah punggungan,
menyeberangi sungai, ujung lembah dan lain‑lainnya.
+ Panjang lintasan
sebenarnya dapat dibuat dengan cara, pada peta dibuat lintasan dengan jalan
membuat garis (skala vertikal dan horisontal) yang disesuaikan dengan skala
peta. Gambar garis lintasan tersebut (pada peta) memperlihatkan kemiringan
lintasan juga penampang dan bentuk peta. Panjang lintasan diukur dengan
mengalikannya dengan skala peta, maka akan didapatkan panjang lintasan
sebenarnya.
F. MEMAHAMI CARA PLOTTING DI PETA
Plotting adalah menggambar atau
membuat titik, membuat garis dan tandatanda tertentu di peta. Plotting berguna
bagi kita dalam membaca peta. Misalnya Tim Bum berada pada koordinat titik A
(3986 : 6360) + 1400 m dpl. SMC memerintahkan Tim Buni agar menuju koordinat
titik T (4020 : 6268) + 1301 mdpl. Maka langkah‑langkah yang harus dilakukan
adalah :
a. Plotting koordinat
T di peta dengan menggunakan konektor. Pembacaan dimuali dari sumbu X dulu,
kemudian sumbu Y, didapat (X:Y).
b. Plotting sudut
peta dari A ke T, dengan cara tank garis dari A ke T, kemudian dengan busur
derajat/kompas orientasi ukur besar sudut A ‑ T dari titik A ke arah garis AT.
Pembacaan sudut menggunakan Sistem Azimuth (0" ‑360°) searah putaran jarum
Jain. Sudut ini berguna untuk mengorientasi arah dari A ke T.
c. Interprestasi
peta untuk menentukan lintasan yang efisien dari A menuju T. Interprestasi ini
dapat berupa garis lurus ataupun berkelok‑kelok mengikuti jalan setapak, sungai
ataupun punggungan. Harus dipaharni betul bentuk garis garis kontur.
Plotting lintasan dan
memperkirakan waktu tempuhnya. Faktor‑faktor yang mempengaruhi waktu tempuh :
+ Kemiringan lereng + Panjang
lintasan
+ Keadaan dan kondisi medan (misal hutan lebat,
semak berduri atau gurun pasir).
+ Keadaan cuaca rata‑rata.
+ Waktu pelaksanaan (yaitu pagi
slang atau malam).
+ Kondisi fisik dan
mental serta perlengkapan yang dibawa.
G.
MEMBACA KOORDINAT
Cara menyatakan koordinat ada
dua cara, yaitu:
1. Cara Koordinat
Peta
Menentukan koordinat ini
dilakukan diatas peta dan bukan dilapangan. Penunjukkan koordinat ini
menggunakan
a. Sistem Enam
Angka Misal, koordinat titik A (374;622), titik B (377;461) b. Cara
Delapan Angka Misal, koordinat titik A (3740;6225), titik B (3376;4614)
2. Cara Koordinat
Geografis
Untuk Indonesia sebagai patokan perhitungan adalah Jakarta yang dianggap 0
atau 106° 4$' 27,79". Sehingga di wilayah Indonesia
awal perhitungan adalah kota Jakarta . Bila di sebelah barat kota Jakarta
akan berlaku pengurangan dan sebaliknya. Sebagai patokan letak lintang adalah
garis ekuator (sebagai 0). Untuk koordinat geografis yang perlu diperhatikan
adalah petunjuk letak peta.
H.
SUDUT PETA
Sudut peta dihitung dari utara
peta ke arah garis sasaran searah jarum jam.
Sistem pembacaan sudut dipakai
Sistem Azimuth (0° ‑ 360°). Sistem Azimuth
adalah sistem yang menggunakan
sudut‑sudut mendatar yang besarnya dihitung
atau diukur sesuai dengan arah
jalannya jarum jam dari suatu garis yang tetap (arah utara). Bertujuan untuk
menentukan arah‑arah di medan
atau di peta serta untuk melakukan pengecekan arah perjalanan, karena garis
yang membentuk sudut kompas tersebut adalah arah lintasan yang menghubungkan
titik awal dan akhir perjalanan.
Sistem penghitungan sudut
dibagi menjadi dua, berdasar sudut kompasnya
AZIMUTH
: SUDUT KOMPAS
BACK AZIMUTH : Bila sudut
kompas > 180° maka sudut kompas dikurangi 180°. Bila sudut
kompas < 1800 maka sudut kompas ditambah 180°.
I.
TEKNIK MEMBACA PETA
Prinsipnya .
" Menentukan posisi dari arah perjalanan dengan membaca
peta dan menggunakan teknik orientasi dan resection, bila keadaan
memungkinkan " Titik Awal : Kita harus tahu titik keberangkatan kita, balk
itu di peta maupun di lapangan. Plot titik tersebut di peta dan
catat koordinatnya.
Tanda Medan :
Gunakan tanda medan
yang jelas (punggungan yang menerus, aliran sungai, tebing, dll) sebagai guide
line atau pedoman arah perjalanan. Kenali tanda medan tersebut dengan menginterpretasikan
peta.
Arah Kompas :
Gunakan kompas untuk melihat arah perjalanan kita. Apakah sesuai dengan arah
punggungan atau sungai yang kita susuri.
Taksir Jarak
: Dalam berjalan, usahakan selalu menaksir jarak dan selalu
memperhatikan arah perjalanan. Kita dapat melihat kearah belakang dan melihat
jumalah waktu yang kita pergunakan. Jarak dihitung dengan skala peta sehingga
kita memperoleh perkiraan jarak di peta. Perlu diingat, bahwa taksiran kita itu
tidak pasti.
+10' X 10' untuk peta 1 :
50.000
+ 20' X 20' untuk peta 1 :
100.000
Untuk peta ukuran 20' X 20'
disebut juga LBD, sehingga pada 20' pada garis sepanjang khatulistiwa (40.068
km) merupakan paralel terpanjang.
40.068 km: (360° : 20') =
40.068 km: (360° : 1/3) = 40.068 km: (360° X 3) 40.068 km : 1080 = 37,1 km
Jadi 20' pada garis sepanjang
khatulistiwa adalah 37,1 km. Jarak 37,1 km kalau digambarkan dalam peta skala 1
: 50.000 akan mempunyai jarak : 37,1 km = 3.710.000 cm. Sehingga dipeta :
3.710.000: 50.000 = 74,2 cm.
Akibatnya I LBD peta 20' x 20'
skala 1 : 50.000 di sepanjang khatulistiwa berukuran 74,2 X 74,2 cm. Hal ini
tidak praktis dalam pemakaiannya.
3.
Lembar Peta
Dikarenakan LBD tidak praktis
pemakaiannya, karena terlalu lebar. Maka tiap LBD dibagi menjadi 4 bagian
dengan ukuran masing‑masing 10' X 10' atau 37,1 X 37,1 cm. Tiap‑tiap bagian itu
disebut Lembar Peta atau Sheet, dan diberi huruf A, B, C, D. Jika skala peta
tersebut 1 : 50.000, maka peta itu mempunyai ukuran 50.000 X 37,1 = 1.855.000
cm = 18,55 km (1ihat gambar).
4.
Penomoran Lembar Peta
a.
Meridian
(garis bujur) yang melalui Jakarta
adalah 106° 48' 27,79" BT, dipakai sebagai meridian pokok untuk penornoran
peta topografi di Indonesia. Jakarta
sebagai grs bujur 0
b.
Panjang
dari Barat ke Timur = 46° 20', tetapi daerah yang dipetakan adalah mulai dari
12" sebelah barat meridian Jakarta .
Daerah yang tidak dipetakan adalah : 106° 48' 27,79" BT ‑ (12° + 46° 20'
BT) = 8' 27,79", daerah ini merupakan taut sehingga tidak penting untuk
pemetaan darat. Tetapi penomorannya tetap dibuat
Keterangan
+ Daerah pada petak
A dituliskan sheet 1/I‑A dan titik paling Utara dan paling Barat ada di Pulau
Weh.
+ Cara pemberian
nomor adalah dari Barat ke Timur dengn angka Arab (1,
2, 3, ,
139). Dari Utara ke Selatan dengan angka Romawi (I, II,
III LI).
+ LBD selau
mempunyai angka Arab dan Romawi. Contoh : LP No. 47[XLI atau SHEET No. 47/XLI.
+ Lembar peta selalu
diben huruf, dan huruf itu terpisah dari nomor LBDnya dengan gar's mendatar.
Contoh: LP No. 47/XLI ‑ B.
c. Pada uraian
diatas disebutkan bahwa garis bujur 0° Jakarta
selalu membagi dua buah LBD. Maka untuk lembar peta lainnya selalu dapta
dihitung berapa derajat atau menit letak lembar peta itu dan' bujur 0° Jakarta
Contoh: Lernbar Peta
No. 39/XL ‑ A terletak diantara garis 7" dan 70 10' LS serta 0° 40' dan 0°
50' Timur Jakarta. Kita harus selalu menyebutkan Lembar Peta tersebut terletak
di Barat atau Timur dan' Jakarta .
d. Pada Lembar Peta
skala 1 : 50.000, LBD‑nya dibagi menjadi 4 bagian. Tetapi untuk peta skala 1 :
25.000, 1 LBD‑nya dibagi menjadi 16 bagian dan diberi huruf a sampai q dengan
menghilangkan huruf j
e. Mencari batas Timur dan
Selatan suatu.Sheet atau Lembar Peta.
Contoh
+ Batas Timur dari bujur 0" Jakarta
adalah 47/3 X I = 15" 40' Timur Jakarta atau 15° 40' ‑ 12° = 3° 40' BT Jakarta (batas paling
Timur Sheet B).
+ Batas Selatan dan 0° Khatulistiwa adalah 47/3 :
1 = 13" 40' atau 13° 40' 6" = 7° 40' LS. Karena terlatak pada Lembar Peta
B dalam 1 LBD, maka dikurangi 10'. Sehingga didapat : 7° 40' ‑ 10' = 7"
30' LS
f. Mencari nomor
Lembar Peta atau Sheet. Batas Timur Jakarta = 15" 40', sedang batas
Selatan adalah 7" 30' LS. + Jumlah LBD ke Timur = 15° 40' X 3 X 1
LBD = 47 LBD + Jumlah LBD ke Selatan 13" 40' X 3 x 1 LBD = 41 LBD
(XLI)
g. Mencari suatu
Posisi/Lokasi Contoh : sebuah pesawat terbang jatuh pada koordinat.‑ 110°
28' BT dan 7° 30' LS. Cari nomor Lembar Petanya Caranya adalah
+ 110° 28' ‑
94" 40' = 15" 48'
15° 48' X 3 = 47t' 24' (batas
paling Timur)
+ 60 + 7" 30' =
13" 30'
130 30' X 3 = 40° 30' (batas
paling Selatan)
h. Perhitungan di Koordinat
Geografis
+ CARA I
Luas dari I Sheet peta adalah 10' X 10', seluas
18,55 km X 18,55 km pada peta 1 ‑ 50.000. Sehingga di dapat (10 X 60 ‑ 18,5 5) ‑
20 = 1,617,
dibulatken menjadi 1,62 (sebagai konstanta). Misal
peta yang digunakan peta Sheet No. 47/XLI ‑ B
Triangulasi T. 932 terletak pada : 46 mm
dari Timur dan 16 mm dari Selatan.
1915
Posisi Sheet 47/XLI ‑ B
1060 48` 27,79" + 30 40' = 110° 28'
27,79"
Dari Timur: 46 mm X 1,62 = 1' l4°52"
1100 28' 27,79" BT ‑ 1' 14,52" = 110°
27' 13,27" BT
(dikurangi karena semakin mendekati ke titik Jakarta ).
Dari selatan : 16 mm X 1,62 = 25,92"
7° 30' LS ‑ 25,92" = 7f' 29' 34,08" LS
(dikurangi karena semakin mendekati equator).
Sehingga titik Triangulasi T. 932 terletak
pada koordinat: 110° 27' 13,27" BT dan 7° 29' 34,08"
LS.
1915
Untuk penggunaan peta 1 : 25.000, cara
penghitungannya sama, hanya konstantanya diubah menjadi 0,81, yang didapat dari
:
{(5 X 60) : 18,55 1 : 20 =
0,808, dibulatkan menjadi 0,81
Luas dari 1 Sheet peta skala 1
: 25.000 adalah 5' X 5'
+ CARA 11
Dari Timur : 46 mm = (46 :
37,1) X 60 = 1 ' 14,39"
110° 28' 27,79"
BT ‑ 1' 14,39" = 11 Of' 27' 13,40" BT
Dari Selatan: 16 mm = (16
:37,1) X 60 = 25,87"
7° 30' LS ‑
25,87" = 7t' 29' 34,13" LS
Sehingga titik Triangulasi T.
932 terletak pada koordinat : I I0'' 27' 13,40" BT dan 7° 29'
34,13"
LS.
1915
Pada hasil perhitungan Cara I
dan Cara II terdapat selisih 0,13" untuk BT dan 0,05" untuk LS. Hal
ini tidak jadi masalah karena masih dalam batas toleransi dan koreksi, yaitu
kurang dari 1,00".
Untuk penggunaan peta 5' X 5',
10' X 10' dan 20' X 20' tetap menggunakan pembagi 37,1. Sebaliknya, Jika ada
laporan dengan koordinat gralicule, maka cara menentukan lokasinya pada peta
adalah (Contoh) "Satu unit SRU menempati sebuah lokasi dengan koordinat
110° 27' 13,27" BT dan 7° 29' 34,08" LS, tentukan lokasi SRU tersebut
pada peta Sheet No. 47/XLI ‑ B" JAWAB : Posisi peta 47/XLI ‑B : 110° 28'
27,79" BT sehingga 110° 27, 13,27" BT 1 10 "27' 13,27 1'
14,52" ‑ 74,52"
74,52" : 1,62 = 46 mm dari
timur, dan ukurlah dengan penggaris Batas Selatan : 7°30' sehingga didapat
7030' LS ‑7029' 34.08" = 25.92" 25,92" : 1,62 = 16 mm dari
selatan dan ukurlah dengan penggaris Titik perpotongan kedua garis tersebut
adalah lokasi dari SRU yang dimaksud, yaitu 46 mm dari sisi timur dan 16 mm
dari sisi selatan berada di sekitar Tnangulasi T.932
Tidak ada komentar:
Posting Komentar